Beritabaru.com.Sulawesi-Selatan – Banjir dan longsor kembali menerjang Sulawesi Selatan! Hujan deras dan angin kencang dalam beberapa hari terakhir melumpuhkan Kabupaten Maros, Kota Makassar, dan Kabupaten Gowa. Ribuan warga terdampak, ribuan rumah terendam, tetapi apakah ini sekadar bencana alam atau bukti kelalaian yang dibiarkan?
BPBD Maros melaporkan 4.000 kepala keluarga (KK) terdampak banjir yang merendam 14 kecamatan. Di Makassar, 2.164 jiwa dari empat kecamatan ikut terkena dampaknya. Sementara di Gowa, enam kecamatan porak-poranda akibat cuaca ekstrem.
Bencana ini bukan kejadian baru—ini pola yang terus berulang, makin parah setiap tahunnya!
Dari 54 ke 362 Bencana dalam 10 Tahun, Apa yang Salah?
Data WALHI Sulawesi Selatan mengungkap fakta mencengangkan: jumlah bencana di provinsi ini melonjak 6 kali lipat dalam satu dekade terakhir.
“Pada 2014, hanya ada 54 kejadian bencana. Namun, pada 2024, jumlahnya melejit menjadi 362 kejadian! Bukan hanya itu, total kerugian akibat bencana tahun lalu mencapai Rp1,95 triliun,” ungkap Slamet, Kepala Departemen Riset dan Keterlibatan Publik WALHI Sulsel.
Angka ini bukan kebetulan. Ini akibat penghancuran lingkungan yang terus dibiarkan!
Hutan Dihabisi, Sungai Jadi Bom Waktu!
Sulawesi Selatan kini hanya memiliki 1.359.039 hektare tutupan hutan—tinggal 29,70% dari luas provinsi. Ini angka darurat ekologis!
“Saat ini, dari 139 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Sulawesi Selatan, 101 DAS (72,6%) sudah dalam kondisi kritis! Hanya 38 DAS yang masih sehat, itu pun terus terancam,” tegas Slamet.
Kenapa ini terjadi? Karena hutan yang seharusnya jadi benteng pertahanan justru dihancurkan secara sistematis!
Siapa yang harus bertanggung jawab?
⚠️ Pemerintah yang terus menerbitkan izin tambang di kawasan hutan
⚠️ Korporasi yang merampas lahan untuk kepentingan bisnis
⚠️ Pembangunan yang mengabaikan keseimbangan ekologi
⚠️ Penebangan liar yang tidak pernah ditindak tegasDi DAS Maros, misalnya, WALHI mencatat bahwa dalam 30 tahun terakhir, luas hutannya menyusut 1.057,90 hektare. Hasilnya? Sungai kehilangan daya tampungnya, banjir menjadi lebih sering dan lebih parah.
Bukan Sekadar Hujan, Ini Akibat Penghancuran Sistematis!
Sering kali, bencana dianggap sebagai kejadian alam semata. Padahal, realitanya, bencana di Sulsel adalah produk dari perusakan lingkungan yang disengaja dan dibiarkan!
“Selain faktor hujan dan pasang air laut, penyebab utama banjir adalah hilangnya wilayah resapan air, buruknya sistem drainase, dan masifnya deforestasi. Sungai tak lagi mampu menahan debit air, akhirnya meluap dan menghancurkan pemukiman warga,” ujar Slamet.
Jika perusakan ini terus berlanjut, bukan hanya bencana yang meningkat—kehidupan jutaan orang di Sulsel sedang dipertaruhkan!
Peringatan WALHI: Hentikan Pola Salah, Atau Sulsel Akan Hancur!
Melihat situasi yang semakin kritis, WALHI Sulsel menyerukan langkah tegas dan mendesak pemerintah untuk berhenti menutup mata.
“Penanganan bencana tidak bisa lagi dilakukan secara administratif, tetapi harus berbasis bentang alam! Artinya, tiap daerah tidak boleh hanya mengurus wilayahnya sendiri, tetapi harus duduk bersama untuk mencari solusi menyeluruh,” tegas Slamet.
Lebih dari itu, WALHI menuntut tindakan tegas terhadap perusak lingkungan!
“Tambang, industri, dan proyek pembangunan yang menghancurkan ekosistem harus dievaluasi dan dihentikan. Jika tidak, Sulawesi Selatan akan terus dihantui bencana, dan rakyat kecil yang akan selalu jadi korban!” ujar Slamet dengan nada geram.
Bencana Ini Bukan Takdir, Tapi Kesalahan yang Bisa Dihentikan!
Sulawesi Selatan sedang menghadapi krisis yang nyata. Krisis yang bukan disebabkan oleh alam, tapi oleh tangan-tangan manusia yang rakus dan pemerintah yang lemah dalam penegakan aturan.
“Krisis iklim dan kehancuran lingkungan sudah terjadi. Ini bukan ancaman masa depan, ini adalah kenyataan yang sedang kita hadapi! Jika kita tidak bertindak sekarang, maka kita hanya sedang menunggu bencana yang lebih besar,” tutup Slamet.
Sulawesi Selatan tak butuh belas kasihan setelah bencana terjadi. Yang dibutuhkan adalah kebijakan tegas untuk mencegahnya! Sampai kapan kita hanya akan jadi penonton dari kehancuran ini?**
Bencana Berulang di Sulsel, Bukti Nyata Krisis Lingkungan yang Dibiarkan
