BANDARA OESMAN SADIK DI HALMAHERA SELATAN RESMI DISOMASI PEMILIK LAHAN

HALSEL, Maluku Utara Sengketa lahan kembali mencuat di Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. Kali ini, Bandara Oesman Sadik menjadi sorotan setelah resmi menerima somasi dari pemilik lahan yang mengklaim haknya diabaikan oleh pemerintah.

Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh media ini pada Rabu, 11 Juni 2025, somasi dilayangkan oleh Bapak Musa Lauri melalui kuasa hukumnya. Ia menyatakan bahwa tanah miliknya telah digunakan untuk kepentingan proyek perpanjangan landasan pacu (runway) Bandara Oesman Sadik sejak tahun 2019. Namun, hingga kini, ia belum menerima ganti rugi atas penggunaan lahan tersebut.

“Somasi ini kami layangkan sebagai bentuk permintaan keadilan. Sejak 2019 kami menunggu itikad baik dari pihak pemerintah. Sayangnya, hingga 2025 ini, tidak ada kepastian ataupun pembayaran ganti rugi yang dijanjikan. Ini bukan sekadar soal tanah, tapi juga soal penghormatan terhadap hukum dan martabat warga negara,” ujar kuasa hukum Musa Lauri.

Lahan yang disengketakan disebut memiliki luas signifikan dan berada di area strategis pengembangan bandara. Proyek perpanjangan runway sendiri merupakan bagian dari program pemerintah untuk meningkatkan konektivitas udara di kawasan Indonesia Timur, khususnya di wilayah kepulauan Maluku Utara. Bandara Oesman Sadik memiliki peran vital dalam mendukung mobilitas masyarakat serta pertumbuhan ekonomi daerah.

Namun, proyek ini menimbulkan polemik karena diduga proses pembebasan lahan tidak dilakukan sesuai prosedur hukum dan administratif yang berlaku. Musa Lauri mengaku telah berulang kali melakukan pendekatan persuasif kepada pemerintah daerah dan instansi terkait, namun tidak membuahkan hasil.

Pihaknya pun menegaskan, jika somasi ini tidak mendapat respons serius dari pihak pemerintah, mereka akan menempuh jalur hukum lanjutan, termasuk menggugat secara perdata ke pengadilan serta melaporkan kasus ini ke Komnas HAM dan Ombudsman Republik Indonesia.

Sejumlah tokoh masyarakat dan aktivis di Halmahera Selatan turut angkat suara. Mereka menyayangkan sikap pemerintah yang dinilai kurang serius dalam menyelesaikan persoalan agraria, terutama terkait pembangunan infrastruktur di atas lahan milik warga.

“Pemerintah harus hadir menyelesaikan masalah ini secara adil. Jangan sampai pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan justru menimbulkan ketidakadilan bagi warga yang haknya dirampas,” ujar salah satu tokoh masyarakat setempat.

Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (Kemenhub RI), sebagai instansi yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan pengembangan bandara, didesak untuk segera turun tangan menyelesaikan permasalahan ini. Publik menuntut adanya transparansi terkait status lahan dan komitmen terhadap pembayaran ganti rugi agar tidak terjadi ketimpangan sosial serta konflik berkepanjangan.

Sebagai informasi, Bandara Oesman Sadik merupakan salah satu bandara utama di Maluku Utara yang terus dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir. Infrastruktur seperti runway dan terminal baru diharapkan dapat mendongkrak perekonomian lokal serta mempercepat arus mobilitas barang dan penumpang ke wilayah Halmahera Selatan.

Namun, di tengah pembangunan tersebut, prinsip keadilan, keterbukaan, dan penghormatan terhadap hak-hak warga harus tetap dijunjung tinggi. Kini, publik menantikan langkah konkret dari Kemenhub dan Pemerintah Daerah Halmahera Selatan. Apakah mereka akan menyelesaikan sengketa ini secara adil, atau membiarkannya menjadi preseden buruk dalam tata kelola pembangunan nasional.***

(@:Tim/Redaksi)

Pos terkait