Diduga Lakukan Pembiaran, Dinas Perikanan Halmahera Selatan Dituding Langgar Aturan Soal Kompresor Nelayan

Halmahera Selatan – Praktik penangkapan ikan menggunakan kompresor kembali menjadi sorotan tajam di wilayah pesisir Halmahera Selatan, Maluku Utara. Meski metode ini dilarang keras dalam regulasi nasional karena membahayakan nyawa nelayan dan merusak ekosistem laut, aktivitas tersebut justru diduga berlangsung atas dasar pembiaran—bahkan “perlindungan”—oleh oknum di tubuh Dinas Perikanan setempat.

Fakta di lapangan mengungkap bahwa praktik berbahaya ini telah berlangsung selama bertahun-tahun. Sejumlah sumber menyebut, penggunaan kompresor sebagai alat bantu pernapasan dalam penyelaman untuk menangkap teripang dan lobster bukan hanya diketahui oleh pihak berwenang, tetapi juga diduga dibiarkan tanpa penindakan tegas.

 

“Kami menduga kuat ada permainan dan pembiaran terstruktur. Oknum di dinas perikanan tahu ini melanggar aturan, tapi diam saja,” tegas Rachmat La Ode, aktivis lingkungan pesisir Halmahera Selatan.

Rachmat merujuk pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015, yang secara eksplisit melarang penggunaan alat bantu pernapasan berupa kompresor dalam penangkapan ikan karena risiko tinggi terhadap kesehatan penyelam—terutama penyakit dekompresi atau “penyakit naik cepat ke permukaan”, yang bisa menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian.

Meski begitu, nelayan yang ditemui di lapangan mengaku penggunaan kompresor dianggap lebih “efisien” untuk menangkap hasil laut. Ironisnya, beberapa nelayan menyebut mereka mendapatkan “lampu hijau” secara tidak langsung dari petugas dinas perikanan.

 

“Mereka tahu kami pakai kompresor. Kadang cuma bilang, ‘asal jangan ada yang celaka, jalan saja,’” ujar salah seorang nelayan yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Kondisi ini memicu kecemburuan dan ketimpangan di antara nelayan. Komunitas nelayan tradisional mengaku semakin tersisih akibat praktik yang melanggar hukum ini. Selain kalah saing dari segi hasil tangkapan, mereka juga merasa tak mendapatkan perlindungan dari pemerintah.

 

“Kami cari ikan pakai alat tradisional, hasilnya sedikit. Sementara yang pakai kompresor bisa ambil banyak, padahal itu berbahaya dan dilarang. Kami merasa dianaktirikan,” keluh seorang nelayan dari Desa Babang.

Sejumlah LSM dan pegiat kebijakan publik di Maluku Utara menyerukan agar Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan aparat penegak hukum segera bertindak. Mereka menuntut investigasi independen dan pencopotan pejabat yang terbukti melakukan pembiaran atau menerima keuntungan dari praktik ilegal ini.

Hingga berita ini diturunkan, Dinas Perikanan Halmahera Selatan belum memberikan pernyataan resmi. Namun tekanan publik kian menguat. Masyarakat menuntut tindakan nyata—bukan sekadar imbauan atau seremoni formalitas belaka.

Pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan juga didesak untuk turun tangan, melakukan audit menyeluruh terhadap kinerja dinas kelautan dan perikanan di daerah-daerah rawan penyalahgunaan. Jika tidak, risiko kecelakaan laut hingga kerusakan ekosistem akan terus menghantui wilayah pesisir Halmahera Selatan.

 

Pewarta:Yasin Ali

Pos terkait