Bulukumba – Dialog publik antara warga dan wakil rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) V Kabupaten Bulukumba berlangsung hangat di Anda Foodcourt, Kelurahan Sapolohe, Kecamatan Bontobahari, Minggu (tanggal kegiatan).
Hadir sebagai narasumber dua anggota DPRD Bulukumba, yakni Andi Narni Nur Intan dari Fraksi NasDem dan H. Efhy Wahyudi Masri atau yang akrab disapa H. Ahdan dari Fraksi Gerindra. Keduanya menyerap langsung aspirasi masyarakat terkait berbagai permasalahan di wilayah Bontobahari dan sekitarnya.
Ketua panitia kegiatan, Fajrin Kasdi, menjelaskan bahwa kegiatan ini awalnya dirancang menghadirkan lima anggota DPRD Dapil V. Namun karena kendala teknis, hanya dua legislator yang dapat hadir. Meski demikian, Fajrin menegaskan bahwa esensi kegiatan tetap terjaga, yaitu menjembatani keresahan masyarakat agar bisa didorong ke meja parlemen serta membuka ruang bagi warga untuk menyampaikan aspirasi secara langsung.
Dalam dialog, Andi Narni Nur Intan menyampaikan kondisi keuangan daerah saat ini yang sangat terbatas, khususnya dalam hal pembangunan infrastruktur. Ia mengaku tengah mendorong sinergi di antara lima legislator Dapil V untuk memperjuangkan perbaikan jalan di Bontobahari.
“Anggaran kita sangat terbatas. Karena itu saya berinisiatif menggalang kerja sama sesama anggota dewan dari Dapil V untuk fokus pada pembangunan jalan di daerah ini,” ujarnya.
Sementara itu, H. Ahdan mengungkapkan bahwa dirinya baru efektif menjalankan fungsi legislasi dan pengawasan dalam enam bulan terakhir, menyusul lambatnya pembentukan alat kelengkapan dewan di awal masa jabatan. Ia kini lebih fokus mengawal program warisan pemerintahan sebelumnya.
Dalam penyampaiannya, H. Ahdan juga menyoroti kondisi jalan di sekitar Pasar Inpres Bontobahari yang dinilainya perlu segera diperbaiki karena memiliki kontribusi ekonomi yang besar bagi daerah.
“Pasar ini punya peran strategis, bahkan lebih aktif dibanding pasar di kecamatan lain. Namun sayangnya, infrastruktur di sekitarnya memprihatinkan,” tegasnya.
Diskusi Memanas: Sorotan Warga Mengalir Deras
Suasana diskusi semakin dinamis ketika warga mulai menyampaikan berbagai permasalahan nyata di lapangan. Seorang tokoh masyarakat, Andis Brow, mengungkapkan sederet keluhan mulai dari semrawutnya penataan pedagang, carut-marutnya retribusi pasar, jalan rusak, pengelolaan sampah yang tidak maksimal, hingga fungsi PPI (Pelabuhan Perikanan) yang tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Andis juga mengkritisi kebijakan penggusuran bangunan di kawasan Tahura (Taman Hutan Raya) yang menurutnya dilakukan tanpa sosialisasi dan transparansi, bahkan terkesan “dibajak” oleh oknum-oknum tertentu.
Kritik ini diperkuat oleh Sukardi, warga yang terdampak langsung oleh rencana pengosongan kawasan Tahura. Ia menilai bahwa keputusan tersebut tidak mempertimbangkan keberadaan warga yang sudah puluhan tahun menetap di lokasi tersebut.
“Kami seperti dianggap tidak ada. Tidak pernah diajak bicara, padahal kami sudah hidup turun-temurun di sana,” ungkapnya.
Dari sektor pendidikan, seorang guru dari SMA Negeri 3 Bulukumba turut menyuarakan aspirasi agar pemerintah daerah memberikan pelatihan keterampilan bagi para alumni yang belum bekerja, agar mereka lebih siap memasuki dunia kerja dan tidak tertinggal dalam kompetisi pasar tenaga kerja.
Solusi Awal dan Rencana Tindak Lanjut
Menanggapi persoalan sampah, Andi Narni Nur Intan menyarankan pembentukan lembaga khusus yang bertanggung jawab penuh atas pengelolaan sampah, mulai dari pengumpulan hingga ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sementara H. Ahdan mengusulkan penyusunan Peraturan Daerah (Perda) khusus untuk mengatur zonasi dan peta pemanfaatan kawasan Tahura agar tidak terjadi tumpang tindih dan polemik seperti saat ini.
Menutup kegiatan, panitia mengumumkan bahwa dialog publik seperti ini akan dijadikan agenda rutin setiap tiga bulan sekali sebagai wadah aspirasi terbuka bagi masyarakat.