HALMAHERA SELATAN – Pertemuan penting antara keluarga pemilik lahan, Musa Lauri dan Kasman Marengkeng, dengan anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara (Malut), berlangsung di gedung DPRD Halsel pada Rabu, 11 Juli 2025. Pertemuan ini juga dihadiri sejumlah dinas terkait, seperti Dinas Keuangan, Dinas Perhubungan, Dinas Pertanahan, pihak Bandara Oesman Sadik, serta Bagian Hukum.
Pembahasan utama dalam pertemuan tersebut berkaitan dengan persoalan lahan masyarakat yang berada di Desa Marabose, Kecamatan Bacan. Lahan ini menjadi perbincangan hangat karena digunakan untuk memperpanjang landasan pacu Bandara Oesman Sadik, sebuah proyek strategis yang sangat penting bagi pembangunan daerah.
Kejutan datang dari pernyataan Sekretaris Dinas Keuangan Halsel, Farid, yang mengklaim bahwa lahan milik beberapa warga, termasuk Musa Lauri dan Kasman Marengkeng, sudah dibayar oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Halsel. Pernyataan tersebut langsung membuat suasana pertemuan menjadi tegang dan mengejutkan banyak pihak, khususnya para anggota DPRD Komisi II, pemilik lahan yang hadir, serta perwakilan dinas lainnya.
Farid secara tegas menyatakan, “Hi. Husen Lasole, Maryam termasuk Musa Lauri dan Kasman Marengkeng lahan mereka sudah dibayar oleh Pemda Halsel.” Pernyataan ini langsung menimbulkan reaksi keras dari kuasa hukum para pemilik lahan, anggota dewan, dan peserta pertemuan lainnya, yang merasa pernyataan tersebut tidak sesuai fakta yang mereka ketahui.
Menanggapi kegaduhan yang timbul, Farid segera melakukan klarifikasi. Ia menjelaskan bahwa maksud sebenarnya dari pernyataannya adalah’ keempat nama yang lahannya digunakan untuk kepentingan perpanjangan landasan pacu tersebut sudah diperiksa oleh tim penilai dari Pemda. “Kalau memang sudah dibayar, tentu hal itu dapat dibuktikan dengan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D),” ujar Farid menjelaskan lebih lanjut.
Klarifikasi tersebut tidak serta merta menghilangkan rasa ketidakpuasan para pemilik lahan. Sebagian dari mereka masih meragukan pembayaran yang diklaim telah dilakukan. Mereka menuntut transparansi dan bukti resmi berupa dokumen pembayaran yang sah. Hal ini juga didukung oleh beberapa anggota DPRD yang menegaskan bahwa persoalan lahan ini harus diselesaikan secara tuntas dan tidak boleh menimbulkan polemik yang berlarut.
Salah satu anggota DPRD dari Partai Golkar, Gufran, membenarkan Bahwa, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Helmi Abusama. “Lahan milik nya yang tidak termasuk dalam kebutuhan perpanjangan landasan pacu memang sudah dibayar. yang bersangkutan sendiri pernah bertemu dengan beliau pada tahun 2019 terkait hal tersebut,” jelas Gufran.
Namun, untuk lahan milik masyarakat lain seperti Musa Lauri dan Kasman Marengkeng, pembayaran masih menjadi tanda tanya besar. oleh karena itu Pemda Halsel, Kepolisian Daerah Maluku Utara (Polda Malut), dan Kepolisian Resor Halmahera Selatan (Polres Halsel) agar segera menindaklanjuti permasalahan ini secara serius. Mereka juga meminta agar dugaan adanya praktek gratifikasi dalam proses pembayaran lahan ini dapat diusut tuntas agar tidak merugikan masyarakat dan negara.
Pertemuan ini menunjukkan betapa kompleksnya persoalan pengadaan lahan untuk proyek strategis yang harus melibatkan banyak pihak dengan koordinasi yang baik dan transparan. Keluarga Musa Lauri dan Kasman Marengkeng yang menjadi korban ketidakjelasan ini berharap keadilan bisa ditegakkan, dan hak-hak mereka sebagai pemilik lahan dihargai dengan semestinya.
Ke depan, pemerintah daerah diharapkan dapat meningkatkan komunikasi dengan masyarakat dan memastikan setiap proses pengadaan tanah berjalan sesuai dengan aturan hukum dan etika yang berlaku. Hal ini penting agar pembangunan infrastruktur, seperti perluasan Bandara Oesman Sadik, dapat berjalan lancar tanpa menimbulkan konflik sosial yang merugikan. (LM.Tahapary)