Jakarta – Poros 98, organisasi yang menaungi 44 elemen komunitas driver online di Indonesia, mengumumkan akan menggelar aksi serentak pada 21 Juli 2025 dengan melibatkan sekitar 3.000 driver online. Aksi ini akan digelar di enam kota besar, yakni Jakarta, Medan, Makassar, Bali, Bogor, dan Solo.
Ketua Umum Poros 98, Bilung Silaen, menyatakan bahwa aksi ini merupakan bentuk kekecewaan terhadap Kementerian Ketenagakerjaan yang dinilai tidak serius menyelesaikan persoalan pelik yang dihadapi para driver online, terutama menyangkut skema kemitraan dan potongan tarif aplikator yang dianggap tidak manusiawi.
“Kami bukan buruh pabrik atau karyawan perusahaan. Kami ini mitra! Tapi kami dipaksa tunduk pada sistem yang bahkan tak berpihak pada keadilan,” tegas Bilung dalam siaran persnya, Sabtu (20/7).
Menurutnya, potongan tarif 25% hingga 30% yang diterapkan oleh aplikator adalah bentuk penindasan digital yang membungkus dirinya dengan dalih membuka lapangan pekerjaan. Bilung bahkan menyebut praktik ini sebagai “penjajahan gaya baru” yang dilakukan secara sistematis di era modern.
Bilung juga menolak adanya upaya-upaya yang mencoba membawa driver online ke dalam skema pekerja tetap dengan alasan memperjuangkan hak. Ia menuding ada pihak-pihak tertentu yang menyalahgunakan isu driver online demi agenda politik.
“Ini justru menyesatkan dan menciptakan kebingungan. Kami tidak butuh dikotakkan sebagai buruh. Kami butuh perlindungan dan keadilan nyata dalam kemitraan,” ujarnya.
Untuk wilayah Jakarta, aksi akan diikuti oleh pengemudi dari Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan Depok. Mereka akan menyuarakan sejumlah tuntutan, di antaranya:
Kementerian Tenaga Kerja diminta segera menyusun UU perlindungan khusus bagi pekerja kemitraan driver online.
Kementerian Perhubungan didesak menetapkan batas maksimal potongan tarif 10%, menyeragamkan tarif/argo, serta membatalkan program aplikator yang merugikan pengemudi.
DPR RI diminta segera menyusun dan mengesahkan UU yang mengatur tata kelola aplikator secara adil, agar tidak semena-mena menerapkan aturan sepihak.
“Indonesia sudah merdeka sejak 17 Agustus 1945. Tapi kami, para driver online, justru merasa seperti budak di negeri sendiri. Ini cermin bahwa kemiskinan dan ketidakadilan masih dipelihara,” tegas Bilung.
Aksi ini dipastikan berlangsung damai dan tertib. Para pengemudi berkomitmen menyampaikan aspirasi secara santun namun tegas, demi memperjuangkan hak dan masa depan yang lebih baik.***@red.