Tete Ali Mengubah Cara Berpikir Satu Maluku Utara Tentang Arti Kehidupan yang Sesungguhnya

HAL – SEL – Di pelosok Maluku Utara, nama Tete Ali kini menjadi simbol harapan, ketulusan, dan perubahan. Namun, perjalanan menuju titik ini bukanlah kisah yang mudah. Ia adalah kisah tentang kesabaran yang diuji, hati yang tak pernah membenci, dan tangan-tangan yang datang dari langit untuk menyentuh hati manusia 3/8/2025.

Dulu, Tete Ali hanyalah seorang pria tua yang sering terlihat berjalan sendiri di pinggir jalan, dengan pakaian sederhana dan tawa khas yang kadang membuat orang salah paham. Banyak yang menganggapnya aneh. Tak jarang ia diejek, dihina, bahkan dilempari. Rumahnya pun tak luput dari gangguan tangan-tangan jahil. Banyak orang menyebutnya “gila”, tanpa pernah benar-benar mengenalnya.

Namun di balik canda tawanya, Tete Ali menyimpan kekuatan yang luar biasa: ketabahan. Ia tidak membalas, tidak marah, dan tidak menyimpan dendam. Ia tetap menyapa semua orang dengan senyuman, tetap berbicara dengan nada riang, seolah semua luka dan cemooh tak pernah menyentuh hatinya. Ia hidup dengan prinsip bahwa hidup itu untuk dijalani dengan sabar dan ikhlas, bukan untuk dibalas dengan kebencian.

Kemudian, datanglah mereka yang melihat bukan dari tampilan luar, melainkan dari kedalaman hati. Om Sibli, Om Otu, dan Om Mus — tiga sosok yang seperti dikirim langsung oleh Tuhan untuk menjadi perpanjangan kasih bagi Tete Ali. Mereka mendekat, bukan untuk menilai, tetapi untuk mendengarkan. Mereka merangkul, bukan untuk mengasihani, tetapi untuk menguatkan.

Dengan perlahan, namun pasti, mereka membantu membangun kembali kehidupan Tete Ali. Bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara sosial dan emosional. Mereka memulihkan martabat seorang manusia yang pernah terinjak-injak oleh pandangan sempit dan prasangka. Mereka mengajak masyarakat untuk melihat lebih dalam — bahwa di balik sosok tua yang dulu dicemooh itu, ada jiwa yang penuh cinta, kearifan, dan ketulusan hidup.

Perubahan pun mulai terlihat. Kehidupan Tete Ali membaik, tidak hanya karena bantuan yang diberikan, tetapi karena kehangatan yang ia terima. Video-video tentangnya mulai beredar di media sosial seperti TikTok dan Instagram. Banyak orang mulai mengenal siapa Tete Ali sesungguhnya. Mereka yang dulu menjauh, kini mendekat. Mereka yang dulu memalingkan muka, kini mengulurkan tangan.

Tete Ali kini tidak hanya ditemani oleh Om Sibli, Om Otu, dan Om Mus. Banyak orang lain bergabung, membawa cinta, makanan, perhatian, dan cerita. Mereka datang bukan hanya untuk membantu, tetapi untuk belajar — belajar tentang ketabahan, tentang pengampunan, dan tentang arti hidup yang tak diukur dari harta, jabatan, atau penampilan, melainkan dari kasih dan ketulusan hati.

Apa yang terjadi pada Tete Ali telah membuka mata banyak orang di Maluku Utara — bahkan di luar sana. Ia telah mengubah cara berpikir banyak orang tentang apa arti kehidupan yang sebenarnya. Bahwa hidup bukan tentang menjadi sempurna, tetapi tentang saling menguatkan dalam kekurangan. Bahwa setiap manusia, siapapun dia, pantas untuk dihormati dan dicintai.

Tete Ali menjadi pengingat bahwa kadang, seseorang yang dianggap kecil dan tak berarti, justru membawa pesan terbesar bagi umat manusia. Ia adalah cermin dari kasih tanpa syarat, tawa tanpa dendam, dan kesederhanaan yang menyentuh.

Terima kasih kepada Om Sibli, Om Otu, dan Om Mus — kalian telah menunjukkan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil, dari kepedulian yang tulus. Kalian adalah pahlawan sejati dalam diam, yang telah mengembalikan cahaya dalam hidup seorang Tete Ali, dan lewat itu, menerangi seluruh Maluku Utara.

Dan kepada Tete Ali, terima kasih telah menjadi inspirasi bagi kita semua. Terima kasih telah mengajarkan bahwa hidup, pada akhirnya, adalah tentang memberi arti, bukan sekadar menjalani hari. (LM.Tahapary)

Pos terkait