Jakarta – Penetapan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan alias Noel sebagai tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak sekadar kasus hukum biasa. Bagi publik, khususnya generasi reformasi, ini adalah pengkhianatan telanjang terhadap semangat 1998 yang dulu ia gaungkan di jalanan.
Sekretaris Jenderal Poros 98, Somad, menegaskan bahwa penangkapan Noel melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada 20–21 Agustus 2025 bukan hanya tamparan keras bagi pemerintahan Prabowo–Gibran, tapi juga noda hitam di wajah perjuangan mahasiswa 1998.
“Noel bukan sekadar pejabat, ia adalah simbol reformasi yang kini jatuh dalam kubangan yang dulu kami lawan. Ini bentuk nyata pengkhianatan terhadap idealisme 98,” tegas Somad.
Dari Jalanan Reformasi ke Lingkaran Kekuasaan
Noel pernah dielu-elukan sebagai aktivis 98 – angkatan mahasiswa yang menumbangkan rezim Orde Baru dan menuntut berakhirnya korupsi, kolusi, serta nepotisme. Namun, perjalanan waktu membawanya masuk ke lingkaran kekuasaan. Pada Oktober 2024, ia dipercaya Presiden Prabowo Subianto sebagai Wamenaker, dengan harapan membawa semangat perubahan ke birokrasi.
Sayangnya, harapan itu kandas. KPK menduga Noel menerima suap Rp3 miliar plus satu unit motor terkait praktik manipulasi biaya sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Tarif resmi Rp275 ribu didongkrak hingga Rp6 juta per buruh/perusahaan—praktik busuk yang disebut berlangsung sejak 2019, dan Noel dituding ikut menikmati aliran dana setelah duduk di kursi Wamenaker.
Ketua Umum Poros 98, Bilung Silaen, yang akan memimpin aksi bersama rakyat di Gedung DPR minggu depan bertema “Indonesia Cemas”, menilai kasus Noel bukan sekadar soal personal, tapi tamparan bagi legitimasi pemerintahan saat ini.
“Ini ironi sejarah. Aktivis yang dulu lantang menumbangkan penguasa korup, kini justru ikut memperdagangkan jabatan dan kebijakan. Noel bukan sekadar pejabat, ia adalah wajah reformasi yang kini tercoreng. Publik berhak kecewa dan marah,” tegas Bilung.
Luka untuk Gerakan Reformasi
Kasus Noel memperlihatkan betapa rapuhnya idealisme ketika berhadapan dengan godaan kekuasaan. Gelar “aktivis 98” yang seharusnya menjadi amanah moral, kini jatuh hanya menjadi label politik tanpa ruh perjuangan.
Sejarah akan mencatat: salah satu anak reformasi, yang dulu berdiri di garda depan melawan KKN, kini justru terjerembab dalam praktik yang sama.
Noel telah mengkhianati darah, keringat, dan air mata 1998.***@red.
Penulis:Bilung Silaen
Editor:Tim Redaksi