Bulukumba – Aroma ketidakadilan mencuat dari penanganan bentrok antar nelayan pancing dan jaring di Bulukumba. Polres Bulukumba dinilai tebang pilih setelah hanya menahan seorang nelayan kecil berinisial KS (50), sementara pihak lain yang jelas-jelas terlibat justru lolos dari jeratan hukum.
Ketua Jajaran Wartawan Indonesia (JWI) Sulawesi Selatan, Muhammad Darwis, menegaskan bahwa langkah Polres Bulukumba patut dipertanyakan. Ia menilai penangkapan KS sarat kejanggalan, sebab dalam insiden itu bukan hanya nelayan pancing yang terlibat, tetapi juga keluarga pemilik jaring.
“Kenapa hanya KS yang ditahan? Padahal banyak saksi melihat keluarga pemilik jaring membawa senjata tajam dan melakukan pengeroyokan. Bahkan salah satu nelayan pancing, Udhin (30), ikut menjadi korban. Apakah hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas?” tegas Darwis, Sabtu malam 30 Agustus 2025.
Bentrok bermula ketika nelayan pancing memprotes dugaan penggunaan alat tangkap terlarang oleh kelompok jaring. Aksi protes berujung ricuh setelah pihak keluarga pemilik jaring melakukan perlawanan. Situasi semakin panas karena aparat dinilai lamban bertindak adil dan transparan.
Darwis yang juga Sekretaris Jenderal LIDIK PRO mengingatkan, ketidakadilan hukum ini bisa menjadi bom waktu di tengah masyarakat pesisir. “Kalau aparat hanya menekan yang lemah, sementara yang kuat dilindungi, maka konflik horizontal akan terus berulang. Polres Bulukumba harus membuka mata, hukum bukan alat melindungi kelompok tertentu,” ujarnya tajam.
Ia mendesak agar Polres Bulukumba segera membebaskan KS dan menindak semua pihak yang terlibat, tanpa pandang bulu. “Keadilan itu bukan hanya slogan. Kalau polisi tidak adil, masyarakat akan kehilangan kepercayaan. Dan kalau itu terjadi, yang akan runtuh bukan hanya wibawa Polres, tapi juga stabilitas daerah,” tutup Darwis.
Pewarta: Akbar