Jakarta – Aktivis 98, Bilung Silaen, mengkritik keras arah gerakan “17+8 Tuntutan Rakyat” yang dinilai mulai kehilangan fokus. Menurutnya, ada upaya sistematis untuk membelokkan isu dari tuntutan utama rakyat sehingga aksi besar yang lahir dari kemarahan publik berpotensi dikerdilkan menjadi sekadar hiruk-pikuk politik belaka, 15 September 2025.
Bilung menegaskan, substansi dari tuntutan rakyat sejak awal tidak main-main. Ada tiga agenda pokok yang menjadi jantung gerakan:
- Mengadili Joko Widodo, Presiden ke-7 RI, atas dugaan penyalahgunaan kekuasaan dan kebijakan yang merugikan rakyat.
- Memakzulkan Gibran Rakabuming Raka, Wakil Presiden yang dianggap cacat legitimasi dan hanya produk rekayasa politik.
- Membubarkan DPR RI, lembaga yang dinilai sudah kehilangan marwah sebagai wakil rakyat, lebih sibuk mengurus fasilitas dan tunjangan ketimbang penderitaan masyarakat.
Namun, Bilung melihat ada tanda-tanda serius pergeseran isu. “Isu utama sedang digeser, bahkan sengaja dikaburkan. Ada pihak yang mencoba menenggelamkan tuntutan keras rakyat dengan menambahkan wacana-wacana lain yang justru melemahkan gerakan,” tegasnya.
Menurutnya, apa yang terjadi pasca aksi besar 24–30 Agustus 2025 menunjukkan adanya permainan opini yang menyesatkan publik. “Kalau gerakan ini terus dipelintir, rakyat hanya akan jadi penonton. Padahal kemarahan sudah jelas: DPR hidup mewah, pejabat berulah, dan rakyat menderita,” ujarnya lantang.
Bilung memperingatkan mahasiswa dan masyarakat sipil agar tidak terjebak dalam skenario pengaburan isu. “Sejarah membuktikan, gerakan rakyat akan mati kalau kehilangan arah. Karena itu jangan biarkan suara rakyat digembosi. Fokus tetap pada tuntutan: adili Jokowi, makzulkan Gibran, bubarkan DPR,” tutupnya.***@red.