HAL-SEL – Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh media ini, Ketua dan sejumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Nyonyipi Kecamatan Bacan Timur, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, menggelar sebuah musyawarah luar biasa yang diduga bertujuan untuk memberhentikan Kepala Desa (Kades) aktif, Hasyim 6/8/2025.
Musyawarah tersebut dilaksanakan secara tertutup di kediaman pribadi Ketua BPD, Jufri Lantuna, dan dihadiri oleh sekitar dua puluh orang warga. Padahal, sesuai ketentuan perundang-undangan dan regulasi pemerintahan desa, musyawarah desa yang menyangkut pemberhentian atau pergantian kepala desa aktif seharusnya dilakukan secara terbuka dan transparan di ruang publik atau tempat umum yang memungkinkan partisipasi luas masyarakat desa.
Musyawarah tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dan kecaman dari berbagai elemen masyarakat, sebab tidak sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Dalam praktiknya, proses pemberhentian kepala desa haruslah didasarkan pada alasan-alasan yang jelas, dibuktikan dengan data dan dokumen yang sah, serta melibatkan masyarakat luas melalui forum musyawarah desa secara terbuka. Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta aturan turunannya seperti Permendagri Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa.
Menurut sumber yang enggan disebutkan namanya, pelaksanaan musyawarah di kediaman pribadi ketua BPD itu sangat mencurigakan dan patut dipertanyakan motifnya. Pasalnya, tidak ada pengumuman resmi, tidak ada pemberitahuan kepada masyarakat luas, dan tidak ada keterlibatan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, serta elemen penting lainnya yang biasanya turut hadir dalam forum-forum desa.
“Musyawarah luar biasa ini jelas cacat prosedur. Seharusnya musyawarah seperti ini dilakukan secara terbuka, misalnya di balai desa atau tempat umum lainnya, dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Jangan hanya segelintir orang yang hadir lalu langsung mengambil keputusan penting seperti pemberhentian kepala desa. Ini namanya sudah bukan demokrasi desa lagi.
Lebih jauh, musyawarah tersebut juga disebut tidak mencantumkan alasan formal pemberhentian kepala desa secara sah, apakah itu karena pelanggaran hukum, tidak menjalankan tugas, atau alasan lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tanpa adanya laporan resmi atau audit kinerja kepala desa dari inspektorat atau dinas terkait, pemberhentian kepala desa melalui musyawarah yang dipaksakan jelas menyalahi aturan.
Praktik semacam ini dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan desa di Halmahera Selatan. Jika BPD sebagai lembaga pengawas desa justru menjalankan kewenangannya secara tertutup dan tidak sesuai mekanisme, maka hal itu akan mengikis kepercayaan masyarakat terhadap lembaga desa dan dapat memicu konflik horizontal antarwarga.
Sejumlah kalangan mendesak agar pemerintah kecamatan maupun kabupaten segera turun tangan untuk menyelidiki dan mengevaluasi proses musyawarah luar biasa tersebut. Bila terbukti ada pelanggaran hukum atau penyalahgunaan wewenang oleh BPD, maka pihak terkait harus diberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Masyarakat Desa berharap agar proses pemerintahan desa berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas. Pemberhentian kepala desa bukanlah hal sepele yang bisa diputuskan secara sembunyi-sembunyi. Pemerintah daerah diminta untuk menjamin bahwa segala keputusan strategis di desa tidak dijadikan alat politik segelintir kelompok demi kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Desa Nyonyipi Hasyim, belum memberikan tanggapan resmi terkait upaya pemberhentiannya melalui musyawarah luar biasa tersebut. Sementara itu, pihak kecamatan Bacan Timur juga belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai legalitas kegiatan tersebut.(LM.Tahapary)