Bukan Hanya Seragam, Tapi Sapu di Tangan Mereka Cerita Bhayangkara di Masjid yang Belum Selesai Dibangun

Bulukumba Pagi masih muda ketika deru kendaraan roda dua mulai memecah keheningan Dusun Timbula, Desa Bontotangnga. Bukan patroli, bukan razia. Di balik helm dan jaket dinas itu, para personel Polsek Bontotiro datang membawa hal yang lebih sederhana — sapu lidi, ember, dan semangat gotong royong.

Hari itu, Jumat (20/6/2025), Masjid Nurul Yaqin jadi pusat perhatian. Bukan karena salat jumat, tapi karena tengah dipenuhi wajah-wajah berseragam yang tak biasa: polisi, tentara, aparat desa, dan warga kampung yang kompak membersihkan masjid yang masih dalam tahap renovasi.

Tidak ada panggung. Tidak ada mikrofon. Yang ada hanya debu bangunan yang menempel di ubin dan sisa kayu berserakan di halaman. Tapi mereka datang bukan untuk melihat-lihat. Mereka datang untuk membantu.

Kapolsek Bontotiro, AKP Mudatsir, S.IP., M.M., memimpin langsung aksi bakti religi ini. Ia tak sekadar berdiri mengawasi. Tangannya ikut bekerja, menyapu, mengangkat, bahkan membersihkan parit kecil di sisi masjid.

“Kami ingin menyambut Hari Bhayangkara bukan hanya dengan upacara, tapi dengan aksi nyata. Tempat ibadah adalah simbol suci. Membersihkannya, bagi kami, adalah bentuk pengabdian,” kata AKP Mudatsir sambil tersenyum, keringat menetes di dahinya.

Di sisi lain halaman, seorang anggota TNI tampak sibuk mengangkat batu, sementara anak-anak kecil tertawa-tawa melihat para polisi mengangkut potongan kayu bekas renovasi. Ibu-ibu datang membawa air minum dan kue cucur. Hari itu, masjid bukan sekadar rumah ibadah. Ia berubah jadi rumah kebersamaan.

Tak ada protokoler yang kaku. Yang terasa justru kehangatan. Seorang warga tua menghampiri, menyalami petugas satu per satu. Katanya, sudah lama ia tak melihat masjid seramai ini, bukan karena acara keagamaan, tapi karena gotong royong seperti dulu.

 

“Ini yang kami rindukan. Polisi datang bukan untuk menegur, tapi untuk membantu. Ini yang bikin kami percaya,” ucap pria tua itu lirih.

Kegiatan ini adalah bagian dari rangkaian Hari Bhayangkara ke-79 di wilayah hukum Polres Bulukumba. Tapi lebih dari sekadar agenda tahunan, ini adalah cermin dari semangat baru yang ingin dibawa: Polri hadir, menyatu, dan melayani dengan hati.

Sebelum pulang, tak ada sesi foto resmi. Yang ada hanya duduk di tikar sederhana, minum teh hangat, dan berbagi cerita kecil di bawah rindangnya pohon di halaman masjid.

Dan hari itu, tanpa sirine, tanpa lampu rotator, kehadiran Polri terasa lebih terang dari biasanya.

 

Pewarta: Akbar 

Pos terkait