Bulukumba – Awan gelap menyelimuti PT Lonsum. Setelah intimidasi terhadap aksi damai Komite Mahasiswa dan Pemuda Indonesia (KMPI), gelombang kecaman terus membesar. Tak hanya mahasiswa dan pemuda, kini giliran buruh yang mengangkat suara. Dan kali ini, mereka tak sekadar bicara—mereka siap turun ke jalan.
Asdar Sakka, Ketua Partai Buruh Bulukumba sekaligus Ketua Konfederasi Pekerja Buruh Indonesia (KPBI), mengutuk keras aksi represif yang dilakukan oleh oknum keamanan perusahaan. Ia menyebut insiden tersebut bukan sekadar pelanggaran, tapi tamparan keras bagi wajah demokrasi lokal.
“Mereka datang dengan suara, bukan senjata. Tapi disambut dengan tekanan dan ketakutan. PT Lonsum, kalian pikir ini negeri siapa?” tegas Asdar, penuh amarah.
Menurut Asdar, tindakan tersebut menunjukkan bahwa masih ada korporasi yang merasa lebih berkuasa daripada konstitusi. Sikap antikritik dan paranoia terhadap rakyat adalah sisa-sisa mental penjajah yang seharusnya sudah ditinggalkan.
“Ini bukan sekadar insiden. Ini simbol dari kekuasaan ekonomi yang merasa bisa membeli diamnya rakyat. Tapi dengar baik-baik— suara rakyat tak bisa dibeli!” ujarnya lantang.
“Jangan Uji Kesabaran Kami!” – Buruh Siap Gempur Balik Jika PT Lonsum Tak Minta Maaf
Asdar menegaskan bahwa buruh tak akan hanya berteriak dari jauh. Jika perusahaan terus menghindar dari tanggung jawab, maka perlawanan akan menjadi pilihan mutlak.
“Kami akan konsolidasikan kekuatan. Kalau kalian menutup pintu dialog, kami akan dobrak dengan gelombang rakyat,” tegasnya.
Bagi buruh dan rakyat, ini bukan lagi tentang enam mahasiswa yang diintimidasi. Ini soal harga diri, hak untuk bersuara, dan keberanian menolak tirani kekuasaan ekonomi yang arogan.
Solidaritas Meluas, PT Lonsum Kian Terkepung Tekanan Publik
Dukungan dari berbagai elemen—mahasiswa, pemuda, hingga buruh—terus mengalir. Kasus ini telah membongkar wajah kelam relasi kuasa di akar rumput: rakyat kecil dibungkam, padahal yang mereka suarakan hanyalah keadilan.
Kini publik menuntut satu hal: jawaban.
Siapa yang memerintahkan intimidasi itu? Apa yang ditakutkan dari enam anak muda dengan poster dan suara hati nurani?
Jika PT Lonsum terus memilih diam, maka rakyat punya jawabannya sendiri.
“Diam kalian adalah pengakuan. Dan kami akan membalasnya dengan gelombang perlawanan yang tak bisa kalian redam,” pungkas Asdar.
Zaman telah berubah. Rakyat tidak lagi takut. Jika perusahaan merasa berkuasa di atas hukum, maka mereka akan berhadapan dengan kekuatan yang lebih besar: solidaritas rakyat.