Di Antara Taburan Bunga dan Kenangan: Ziarah Serentak Polri di Hari Bhayangkara ke-79

Jakarta – Udara pagi masih dingin ketika barisan anggota Polri perlahan memasuki area Taman Makam Pahlawan. Langkah mereka teratur, mata menunduk, dan di tangan—setangkai bunga mawar, simbol penghormatan yang sederhana namun sarat makna.

Hari itu, Senin, 23 Juni, menjadi saksi bisu bagaimana seluruh jajaran Polri dari Sabang sampai Merauke meluangkan waktu sejenak untuk berhenti dari hiruk-pikuk tugas, dan kembali mengingat mereka yang telah lebih dulu menunaikan kewajiban kepada Ibu Pertiwi: para pahlawan.

Ziarah dan tabur bunga dilakukan serentak—tak hanya di daratan, tapi juga di lautan. Di atas gelombang perairan Indonesia, bunga-bunga ditebar dari atas kapal patroli, mengambang perlahan di permukaan laut, seolah ikut mendoakan dan menyampaikan salam dari negeri yang masih berdiri berkat pengorbanan.

Di tengah barisan itu, seorang anggota muda Polri tampak diam lebih lama di salah satu pusara. Matanya berkaca, suaranya nyaris tak terdengar ketika ia berbisik pelan, “Terima kasih, Pak…”. Ternyata, makam itu adalah milik ayahnya seorang anggota yang gugur dalam tugas bertahun silam. Hari Bhayangkara baginya bukan sekadar seremoni, tapi pertemuan dengan kenangan yang tak pernah pudar.

Semua ini bukan sekadar tradisi. Ini adalah bentuk cinta. Bentuk penghormatan. Bentuk janji diam-diam bahwa semangat para pahlawan tak akan pernah dibiarkan padam.

Ziarah dan tabur bunga di Hari Bhayangkara ke-79 menjadi refleksi sunyi namun dalam: bahwa tugas Polri bukan hanya soal menjaga hukum, tetapi juga menjaga warisan perjuangan. Menjaga Indonesia, sebagaimana para pahlawan dulu menjaganya dengan darah dan nyawa.

Karena di setiap bunga yang ditabur, tersimpan tekad baru untuk terus mengabdi, setulus para pendahulu yang telah lebih dulu berjuang.***@red.

Pos terkait