HALSEL – Setiap kali banjir datang, kami sudah tahu apa yang akan terjadi. Air naik, rumah-rumah terendam, barang-barang hanyut, anak-anak menangis, dan malam-malam kami dipenuhi kecemasan. Lalu, seperti biasa, pemerintah datang… membawa mi instan, telur, dan makanan dalam mika, Senin, 23 Juni 2025.
Kami ingin berkata terus terang: kami sudah lelah. Bukan hanya lelah menghadapi banjir, tapi lelah menghadapi pola tanggap darurat yang itu-itu saja, seolah-olah kami hanya butuh makan seadanya untuk meredakan duka. Seolah-olah banjir adalah rutinitas yang cukup dijawab dengan bantuan sesaat.
Padahal, yang kami butuhkan bukan mi instan, tapi pembangunan infrastruktur yang bisa mencegah banjir terjadi lagi. Kami butuh tanggul dan bronjong di sepanjang aliran sungai yang sudah sejak lama menjadi sumber bencana. Kami ingin solusi yang menyentuh akar persoalan, bukan tambalan darurat yang selalu datang telat.
Setiap tahun kami menanggung kerugian—baik materiil maupun batin. Dan setiap tahun pula kami disuguhi pendekatan yang sama: bantuan makanan, janji-janji, lalu dilupakan begitu saja setelah air surut. Sampai kapan?
Kami, masyarakat Desa Amassing Kali, bersama rekan-rekan media lokal, menyerukan dengan lantang: jangan lagi remehkan bencana kami dengan bantuan yang tidak menyelesaikan apa-apa. Ini bukan soal logistik. Ini soal nyawa, keselamatan, dan masa depan anak-anak kami.
Kami tidak sedang meminta yang muluk-muluk. Kami hanya ingin pemerintah daerah melihat kami sebagai warga yang berhak atas perlindungan dan perhatian serius. Jangan biarkan banjir menjadi warisan tahunan hanya karena birokrasi lamban dan perhatian setengah hati.
Kami akan terus bersuara sampai suara ini didengar. Bukan untuk kami saja, tapi demi generasi yang akan datang. Karena kami percaya, negara yang hadir saat rakyatnya menderita adalah negara yang benar-benar ada.
Dengan penuh harap,
Warga Masyarakat Desa Amassing Kali
dan
Perwakilan Media Lokal Desa Amassing Kali