Kritik Keras DPK LipanTerhadap Pelaksanaan Bantuan Aspirasi: Mengacu pada Aturan Hukum yang Berlaku

 Beritabaru.com.Bulukumba, Sulawesi Selatan– Sekretaris Dewan Pimpinan Kabupaten (DPK) Bulukumba LIPAN Indonesia, Rahmat, melontarkan kritik tajam terhadap pelaksanaan program bantuan aspirasi, terutama pada program bedah rumah dan PAMSIMAS di Kabupaten Bulukumba. Menurutnya, kedua program tersebut tidak dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis dan spesifikasi yang sudah ditentukan, serta menunjukkan ketidakprofesionalan dari para pendamping dan koordinator yang terlibat.

Rahmat menegaskan bahwa ketidaksesuaian dalam pelaksanaan bantuan ini bukan hanya merugikan masyarakat, tetapi juga berpotensi melanggar sejumlah aturan hukum yang sudah jelas mengatur pelaksanaan bantuan sosial di Indonesia. Berikut adalah beberapa dasar hukum yang menjadi landasan kritiknya:

1. Hak Dasar Masyarakat untuk Bantuan Sosial

Pasal 34 UUD 1945 menyebutkan dengan tegas bahwa negara berkewajiban memelihara fakir miskin dan menyediakan tempat tinggal yang layak. Program seperti bedah rumah dan PAMSIMAS harus dijalankan dengan transparansi dan sesuai dengan pedoman yang ada untuk memastikan tujuan tersebut tercapai.

UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Pasal 54, menggarisbawahi kewajiban pemerintah untuk memfasilitasi masyarakat berpenghasilan rendah agar memiliki rumah yang layak. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan banyak ketidaksesuaian dengan harapan tersebut.

2. Kewajiban Pelaksana dan Pendamping

UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, Pasal 9, mengamanatkan bahwa pendamping sosial wajib memastikan bantuan yang disalurkan tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun, di lapangan, Rahmat menilai kinerja pendamping masih jauh dari yang diharapkan, sehingga masyarakat yang seharusnya mendapat manfaat, malah terabaikan.

Peraturan Menteri PUPR No. 7 Tahun 2018 tentang petunjuk teknis program bedah rumah sangat jelas dalam menetapkan spesifikasi material dan standar pembangunan yang wajib dipatuhi. Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan ketentuan ini di Bulukumba menjadi sorotan utama Rahmat.

3. Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan

UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 3 Ayat 1, menegaskan bahwa setiap pelaksanaan keuangan negara, termasuk dalam bantuan sosial, harus dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Oleh karena itu, program-program seperti bedah rumah dan PAMSIMAS harus berjalan dengan penuh keterbukaan agar anggaran yang dialokasikan digunakan dengan tepat.

UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 3, mengatur bahwa masyarakat berhak mengetahui informasi terkait pelaksanaan program bantuan, termasuk rincian anggaran dan hasil pembangunan. Namun, Rahmat menyayangkan bahwa hingga saat ini, informasi mengenai hal ini tidak disampaikan secara terbuka kepada publik.

4. Sanksi atas Pelanggaran

UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 2 dan 3, menegaskan bahwa penyalahgunaan anggaran atau pelanggaran prosedur dapat dikenakan sanksi pidana korupsi. Rahmat menekankan bahwa tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur dapat merugikan negara dan masyarakat secara luas.

UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 17, menyatakan bahwa penyimpangan dalam pelaksanaan bantuan sosial bisa dianggap sebagai maladministrasi yang dapat berujung pada sanksi hukum bagi pihak yang bertanggung jawab.

Rahmat mendesak agar pemerintah daerah dan DPR RI segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja pendamping dan koordinator program. “Ketidaksesuaian dalam pelaksanaan bantuan ini memperlihatkan lemahnya pengawasan. Jika ini terus dibiarkan, masyarakat yang seharusnya mendapatkan manfaat malah akan dirugikan,” tegas Rahmat.

Sebagai Sekretaris DPK LIPAN Bulukumba, Rahmat berkomitmen untuk terus memantau jalannya program bantuan, memastikan agar setiap bantuan yang diberikan benar-benar sesuai dengan aturan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat. Ia menegaskan bahwa pengawasan yang ketat adalah kunci untuk memastikan bantuan sosial benar-benar memberikan manfaat yang nyata, bukan hanya sekadar pelaksanaan tanpa hasil yang jelas.

 

Pos terkait