Opini: 80 Tahun Merdeka, Tapi Rakyat Kecil Masih Menunggu Keadilan

Kaltim – Tahun 2025 menjadi penanda perjalanan panjang bangsa Indonesia yang telah menginjak usia 80 tahun merdeka sejak 1945. Sebuah usia yang mestinya mencerminkan kedewasaan bangsa dalam mengelola negara, menegakkan hukum, dan melindungi rakyatnya. Namun, di balik gegap gempita perayaan HUT RI ke-80, masih ada kenyataan pahit yang dirasakan rakyat kecil: perjuangan mereka untuk mendapatkan keadilan seolah tak pernah selesai.

Salah satu luka besar yang terus menganga adalah soal mafia tanah. Dari desa hingga kota besar, persoalan perebutan hak atas tanah semakin marak. Rakyat kecil, yang tanahnya menjadi sumber hidup, seringkali kalah oleh kekuatan modal, jaringan kuasa, atau bahkan manipulasi hukum. Sertifikat ganda, penggusuran sepihak, hingga kriminalisasi warga yang mempertahankan lahannya, menjadi pemandangan yang berulang.

Ironisnya, praktik mafia tanah kerap berkelindan dengan birokrasi dan aparat hukum yang seharusnya berpihak pada rakyat. Hukum yang mestinya tegak lurus justru sering terlihat condong, tajam ke bawah, tumpul ke atas. Di hadapan rakyat kecil, hukum seolah berubah menjadi instrumen tekanan, bukan perlindungan.

Padahal, makna kemerdekaan yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 bukan sekadar terbebas dari penjajahan bangsa asing, tetapi juga terbebas dari segala bentuk penindasan, termasuk penindasan dari sesama anak bangsa. Jika setelah 80 tahun merdeka rakyat kecil masih merasa dikepung oleh ketidakadilan, bukankah ini menjadi tamparan keras bagi kita semua?

Kemerdekaan sejati bukan diukur dari meriahnya pesta perayaan, bukan pula dari megahnya pembangunan fisik semata. Kemerdekaan sejati hadir ketika rakyat kecil bisa tidur nyenyak tanpa khawatir tanahnya dirampas, ketika hukum benar-benar tegak melindungi yang lemah, dan ketika suara rakyat kecil tak lagi dibungkam oleh kuasa uang maupun jabatan.

HUT RI ke-80 harus menjadi momentum refleksi. Sudahkah negara hadir untuk mereka yang paling membutuhkan perlindungan? Ataukah kemerdekaan hanya dinikmati segelintir elit, sementara rakyat kecil terus berjuang menghadapi mafia tanah dan ketidakadilan hukum?

Selama mafia tanah masih merajalela, selama hukum masih berat sebelah, maka merdeka yang kita rayakan baru sebatas simbol, belum sepenuhnya nyata.

Penulis: Muh. Yunus.

Pos terkait