Opini: Anarkis yang Tercipta Karena Pemerintah Menghindar

Kaltim – Demo selalu menjadi ruang rakyat untuk menyampaikan suara. Sesungguhnya, mayoritas pendemo datang dengan niat damai, membawa tuntutan yang lahir dari keresahan hidup sehari-hari. Namun, fakta di lapangan sering kali berkata lain: aksi yang seharusnya damai justru berakhir ricuh, bahkan anarkis.

Mulai tanggal 25 hingga 31 Agustus 2025, rakyat turun ke jalan menyuarakan protes. Mereka ingin didengar, mereka ingin solusi. Namun, yang terjadi justru membuat hati semakin panas: pejabat hanya berani bicara dari balik meja, bahkan ada yang kabur lewat pintu belakang ketika massa menunggu jawaban.

Ironinya, sebagaimana yang disampaikan oleh Puan Maharani: “Terbuka gerbang DPR RI untuk pedemo.” Nyatanya, yang terjadi justru sebaliknya. Pagar DPR ditutup rapat, bahkan disiram oli, dan para pendemo dihadapkan pada barisan aparat. Di sinilah kontradiksi itu semakin jelas: kata-kata manis diucapkan, tapi realita di lapangan penuh penghalang.

Siapa yang salah?
Banyak yang buru-buru menyalahkan pendemo. Padahal, akar masalah sering justru ada di pihak pemerintah atau pejabat yang seharusnya melayani aspirasi rakyat. Saat suara rakyat diabaikan, saat pintu dialog tertutup rapat, dan ketika keberanian mengambil keputusan diganti dengan sikap menghindar, maka kekecewaan pun tak terbendung.

Rakyat marah bukan karena ingin merusak, tapi karena merasa diremehkan. Mereka butuh kepastian, butuh pengakuan bahwa jeritan mereka layak didengar. Sayangnya, yang mereka terima hanyalah janji kosong, pagar besi, dan aparat yang berdiri menghadang.

Seharusnya pemerintah atau pejabat berani mengambil keputusan, bukan membuat rakyat makin marah dengan sikap pengecut. Tanggung jawab adalah kunci, bukan kabur.

Anarkis lahir bukan dari niat awal pendemo, melainkan dari kelalaian pemerintah yang gagal hadir sebagai pendengar dan pelayan rakyat. Jika keberanian untuk berdiri di depan rakyat terus hilang, jangan salahkan bila suara damai berubah menjadi ledakan amarah.

Penulis: Muh. Yunus.

Pos terkait