Pembebasan Lahan Masyarakat untuk Perluasan Landasan Pacu Bandara Oesman Sadik Masih Menjadi Misteri

HAL – SEL – Proyek pengembangan Bandara Udara Oesman Sadik yang terletak di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara (Malut), hingga kini masih menyisakan tanda tanya besar. Terutama dalam hal pembebasan lahan milik warga yang berada di Desa Marabose, Kecamatan Bacan. Proses ini dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan riil proyek perpanjangan landasan pacu (runway) bandara, yang sesungguhnya hanya memerlukan tambahan sepanjang 170 meter dari ujung pagar sisi utara bandara 12/7/2025.

Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa sejumlah lahan yang tidak berada dalam jalur pengembangan landasan pacu justru telah dibayar oleh pemerintah daerah. Hal ini menimbulkan dugaan kuat adanya praktik mafia tanah oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dari instansi terkait.

Salah satu contoh yang menjadi sorotan adalah lahan milik Kasman Marengkeng dan Musa Lauri. Keduanya merupakan pemilik lahan yang berada dalam radius proyek perpanjangan landasan pacu. Bahkan, pada tahun 2020 lalu, lahan milik Bapak Musa Lauri telah diukur secara resmi dalam proses yang melibatkan Kementerian Perhubungan RI, Pemerintah Daerah Halmahera Selatan, pihak Bandara Oesman Sadik, dan keluarga Musa Lauri sendiri. Seluruh dokumen hasil pengukuran kala itu sudah diserahkan kepada Pemda Halsel, dan tercatat sebagai dokumen aset.

Namun ironisnya, hingga kini lahan tersebut belum dibebaskan atau diberikan ganti rugi. Sebaliknya, justru lahan milik pihak yang tidak berkaitan langsung dengan proyek pengembangan, seperti milik mantan Sekretaris Daerah Halmahera Selatan, Helmi Abusama, dikabarkan telah dibayar.

Fakta ini memperkuat dugaan adanya manipulasi dan penyalahgunaan kewenangan dalam proses pembebasan lahan. Jika benar bahwa kebutuhan pengembangan runway hanya sepanjang 170 meter, maka semua pembayaran lahan di luar radius tersebut patut dipertanyakan legalitas dan urgensinya.

Situasi ini memunculkan desakan keras dari masyarakat dan pihak-pihak yang dirugikan, agar Pemerintah Daerah Halmahera Selatan dan otoritas Bandara Oesman Sadik memberikan penjelasan dan pertanggungjawaban yang transparan. Lebih jauh, Polda Maluku Utara dan Polres Halmahera Selatan juga didesak untuk segera turun tangan dan melakukan investigasi menyeluruh terhadap indikasi praktik mafia tanah serta kemungkinan adanya tindak pidana korupsi dalam proses ini.

Isu ini semakin menghangat setelah digelarnya pertemuan antara Komisi II DPRD Halsel dengan para pemilik lahan di sekitar area Bandara Oesman Sadik. Pertemuan itu juga dihadiri oleh berbagai instansi terkait, seperti Dinas Perhubungan, Dinas Pertanahan, Dinas Keuangan Daerah, Bagian Hukum Pemda, serta pihak Bandara dan kuasa hukum dari pemilik lahan.

Pertemuan tersebut secara khusus membahas persoalan hak-hak masyarakat atas lahan yang secara teknis diperuntukkan untuk proyek strategis nasional dalam rangka pengembangan infrastruktur transportasi udara di wilayah selatan Halmahera. Namun, ketidakjelasan kebijakan, ketimpangan informasi, dan dugaan penyimpangan anggaran justru berpotensi menimbulkan konflik berkepanjangan di tengah masyarakat.

Oleh karena itu, transparansi, akuntabilitas, serta komitmen untuk menegakkan hukum harus ditegakkan, agar pembangunan Bandara Oesman Sadik benar-benar menjadi proyek yang berpihak pada kepentingan rakyat, bukan menjadi ladang kepentingan segelintir elit
(LM.Tahapary).

Pos terkait