Beritabaru.com.HAL – SEL – Para pemilik lahan yang terletak di ujung Bandara Oesman Sadiki, Halmahera Selatan (Halsel), Maluku Utara, kini mengancam untuk mencabut paksa titik koordinat yang telah tanamkan oleh pihak bandara di atas tanah mereka. Ancaman ini muncul akibat ketidakpuasan pemilik lahan terhadap proses pembebasan lahan yang berjalan lambat dan belum ada kejelasan terkait ganti rugi yang layak untuk tanah yang mereka miliki. 14/3/2025
Sebagai informasi, Bandara Oesman Sadiki merupakan fasilitas vital bagi Halmahera Selatan, yang berperan penting dalam meningkatkan konektivitas daerah ini dengan daerah lain di Indonesia. Namun, untuk mendukung pengembangan dan perluasan fasilitas bandara, beberapa lahan di sekitar bandara, termasuk yang berada di ujung landasan pacu, harus dibebaskan.
Pemilik lahan menyatakan bahwa mereka merasa terabaikan dan kecewa dengan penanganan masalah pembebasan lahan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah daerah dan pihak pengelola bandara. Mereka mengklaim bahwa tidak ada kesepakatan yang memadai mengenai ganti rugi, serta lambatnya proses administrasi yang menyebabkan mereka harus terus menunggu tanpa kepastian. “ mereka merasa sudah cukup bersabar. Tanah mereka berada di lokasi strategis, dan mereka merasa hak diabaikan begitu saja. Jika masalah ini terus dibiarkan, mereka tidak akan ragu untuk mencabut titik koordinat yang tetanam di lahan kebun.
Ancaman tersebut mengacu pada titik koordinat yang dipasang oleh pihak bandara sebagai bagian dari proses pembebasan lahan. Titik koordinat tersebut digunakan untuk menandai area yang akan dibebaskan untuk pengembangan bandara, termasuk untuk perluasan landasan pacu dan pembangunan fasilitas pendukung lainnya. Namun, karena proses pembebasan lahan yang terhambat, para pemilik lahan merasa bahwa kehadiran titik koordinat di kebun mereka hanya menjadi simbol ketidakadilan dan ketidakjelasan.
Pemilik lahan merasa bahwa mereka berhak mendapatkan ganti rugi yang sesuai dengan nilai tanah yang mereka miliki. Namun, hingga kini, belum ada penawaran yang memadai atau pembicaraan yang jelas mengenai hal tersebut. Mereka menganggap bahwa pemerintah daerah dan pihak bandara tidak serius dalam menyelesaikan masalah ini, meskipun mereka telah menunggu cukup lama. Beberapa pemilik lahan bahkan merasa bahwa mereka telah menjadi pihak yang dirugikan, karena tanah mereka dianggap bagian dari proyek pembangunan tanpa adanya kesepakatan terlebih dahulu.
Jika proses pembebasan lahan ini tidak segera diselesaikan, bukan tidak mungkin para pemilik lahan akan mengambil tindakan lebih lanjut, termasuk melanjutkan ancaman mereka untuk mencabut titik koordinat yang terpasang di kebun mereka. Hal ini tentu akan memperburuk hubungan antara pemilik lahan dengan pihak pengelola bandara dan pemerintah daerah, serta dapat memperlambat atau bahkan menghentikan proyek pengembangan bandara yang sangat dibutuhkan oleh daerah.
Dalam situasi ini, diharapkan semua pihak yang terlibat dapat segera duduk bersama untuk mencari solusi yang adil dan menyelesaikan masalah ini dengan bijaksana, sehingga pengembangan Bandara Oesman Sadiki dapat berjalan lancar dan memberikan manfaat yang maksimal bagi seluruh masyarakat Halmahera Selatan.
Pewarta : Kaperwil Latif