Penjelasan Om Akal Sehat Mengenai Status Galian C Dalam Kegiatan Pekerjaan Fisik, Dan Tidak Ada Pemotongan Anggaran Galian C’ Yang Ada Hanya Wajib Pajak

HAL – SEL  – Perlu di sampaikan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan fisik di lapangan, terdapat anggapan atau tuduhan yang keliru mengenai keterlibatan kontraktor atau rekanan dalam aktivitas galian C. Untuk memperjelas persoalan ini, penting dipahami bahwa kontraktor pelaksana proyek fisik tidak memiliki atau mengelola galian C. Kepemilikan lahan serta pengelolaan sumber daya alam berupa material batuan atau pasir berada sepenuhnya dalam kewenangan pemilik lahan. Dengan demikian, segala bentuk aktivitas pengambilan material dari lahan tersebut adalah tanggung jawab pemilik lahan, bukan kontraktor pelaksana 21/7/2025.

Terkait anggaran, tidak terdapat pemotongan anggaran untuk kegiatan galian C karena memang tidak termasuk dalam lingkup kontrak pekerjaan fisik. Biaya yang muncul hanyalah berupa pajak atas hasil kubikasi material batu dan pasir, yang merupakan kewajiban yang dibayarkan berdasarkan volume material yang diambil, sesuai dengan ketentuan perpajakan daerah.

Secara regulasi, yang wajib memiliki izin galian C adalah pemilik lahan apabila lahan tersebut digunakan secara komersial untuk pengambilan material batuan atau pasir dalam jumlah besar dan untuk jangka panjang. Dengan demikian, tidak serta-merta pihak kontraktor atau rekanan yang harus dimintai pertanggungjawaban hukum jika dalam praktiknya terdapat pengambilan material dari suatu lahan. Tanggung jawab izin berada pada pemilik lahan, dan jika izin tersebut tidak dimiliki, maka permasalahan utamanya adalah administratif, bukan pidana.

Lebih jauh, dalam praktik di lapangan, seringkali terdapat kondisi di mana masyarakat pemilik lahan yang mengandung batuan atau material lainnya bermaksud memanfaatkan lahan tersebut untuk kepentingan pribadi, misalnya untuk membangun rumah. Namun, masyarakat tidak memiliki alat berat untuk meratakan atau mengambil material dari lahannya. Di sisi lain, kebetulan sedang berlangsung kegiatan proyek fisik pemerintah yang memiliki peralatan berat.

Dalam situasi seperti ini, terjadi kesepakatan bersama antara pemilik lahan dan pihak proyek fisik (pemilik alat). Kesepakatannya adalah bahwa alat berat milik proyek digunakan untuk meratakan lahan, dengan ketentuan bahwa biaya operasional alat (termasuk bahan bakar) ditanggung oleh pihak proyek. Sebagai kompensasi, hasil material dari kegiatan tersebut dibagi dua: separuh untuk keperluan pembangunan rumah pemilik lahan, dan separuhnya lagi menjadi milik pemilik alat berat.

Penting dicatat bahwa kegiatan ini tidak dilakukan di kawasan terlarang atau kawasan hutan lindung. Lahan yang digunakan adalah milik masyarakat, dan kegiatan tersebut bersifat sementara serta tidak termasuk dalam kategori eksploitasi galian C secara komersial. Tujuannya murni untuk membantu masyarakat dalam membangun tempat tinggal, bukan untuk dijual atau digunakan sebagai sumber pendapatan oleh pihak proyek.

Maka dari itu, bila pun terdapat kegiatan pengambilan material, tidak serta-merta dapat dikategorikan sebagai pelanggaran atau tindakan ilegal sepanjang tidak melibatkan komersialisasi, tidak merusak lingkungan, serta dilakukan atas dasar kesepakatan antara pemilik lahan dan pemilik alat. Jika memang akan digunakan secara rutin dan dalam skala besar untuk proyek fisik, maka yang wajib mengurus izin galian C adalah pemilik lahan, bukan pelaksana proyek.

Dengan demikian, perlu diluruskan bahwa dalam konteks ini kontraktor tidak dapat dijadikan pihak yang bertanggung jawab atas dugaan pelanggaran terkait galian C, karena peran kontraktor hanya sebatas pelaksana proyek fisik yang bekerja sesuai ruang lingkup kontrak dan tanggung jawab teknis proyek.(*)

 

Pewarta:Latief.M

Pos terkait