Tanah Milik Musa Lauri di Halmahera Selatan Dalam Pengawasan Hukum, Dilarang Dijadikan Objek Kegiatan Apapun

BeritaBaru.Com.Halmahera SelatanTanah milik Bapak Musa Lauri yang berlokasi di Desa Marabosse, Kabupaten Halmahera Selatan, kini berada dalam pengawasan resmi Kantor Hukum Safri Nyong & Associates. Pihak kuasa hukum menegaskan, untuk sementara waktu, lahan tersebut tidak boleh dijadikan objek kegiatan apapun, termasuk pengukuran, pematokan, pembangunan, atau bentuk aktivitas lain yang dapat mengubah status quo tanah tersebut.

Larangan ini diberlakukan hingga Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Selatan bersama pihak Bandara Oesman Sadik menyelesaikan kewajiban pembayaran secara penuh atas lahan yang menjadi bagian dari rencana pengadaan tanah untuk kepentingan fasilitas umum.

“Kami mengingatkan, tindakan sepihak seperti pengukuran atau pendataan koordinat tanpa persetujuan keluarga besar Bapak Musa Lauri akan kami anggap sebagai pelanggaran hukum, dan siap ditempuh jalur hukum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tegas pihak Kantor Hukum Safri Nyong & Associates dalam pernyataan resminya.

Tanah tersebut saat ini berstatus dalam pengawasan hukum ketat. Setiap aktivitas di atasnya akan dimonitor langsung oleh kuasa hukum, dan segala pelanggaran akan dicatat sebagai bukti tindakan melawan hukum.

Pihak keluarga Musa Lauri juga mengingatkan bahwa proses mediasi dan negosiasi yang sedang berlangsung dengan instansi pemerintah harus dihormati semua pihak. Tindakan yang melanggar kesepakatan justru berpotensi memperkeruh situasi dan memperpanjang konflik yang ada.

Peringatan Keras:
Masyarakat, instansi pemerintah, maupun pihak swasta dilarang melakukan pengukuran diam-diam tanpa pemberitahuan resmi kepada keluarga. Jika diperlukan, titik lokasi pembangunan dapat dipindahkan ke lahan milik Bapak Hi. Husen yang telah sah diselesaikan dan dibayarkan.

Pemerintah daerah dan pihak Bandara Oesman Sadik juga diingatkan untuk segera menuntaskan pembayaran sebagaimana disepakati dalam pertemuan pada tahun 2024 lalu, di mana pembayaran dijanjikan akan diselesaikan pada 2025. Keterlambatan ini tidak hanya menimbulkan ketidakpastian hukum, tetapi juga berpotensi memicu konflik sosial di masyarakat.

Menutup pernyataan, pihak keluarga menegaskan komitmennya untuk terus menuntut keadilan dan perlindungan hukum atas hak milik mereka yang sah. Jika hak-hak tersebut dilanggar, mereka tidak segan menempuh langkah hukum sesuai jalur konstitusional.

“Kami mengajak semua pihak untuk menghormati penyelesaian persoalan tanah ini melalui mekanisme hukum yang berlaku dalam sistem agraria Indonesia,” tutup pihak keluarga.

 

Pewarta:(LM. Tahapary)

Pos terkait