MATARAM — Kasus kematian tragis Brigadir Muhammad Nurhadi di Gili Trawangan, Lombok Utara, akhirnya memasuki babak baru. Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) resmi menetapkan dua mantan atasannya sebagai tersangka dalam perkara yang menyita perhatian publik ini.
Keduanya adalah Kompol I Made Yogi Purusa (YG) dan Ipda Haris Chandra (HC), eksanggota Propam Polda NTB yang sebelumnya telah dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Penetapan status tersangka diumumkan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, pada Rabu, 18 Juni 2025.
“Keduanya kami tetapkan sebagai tersangka atas kematian Brigadir Nurhadi,” tegas Kombes Syarif.
Menurut Syarif, penyidik mendasarkan penetapan ini pada hasil otopsi dan ekshumasi, yang mengungkap adanya tanda-tanda kekerasan di tubuh korban. Nurhadi ditemukan dalam kondisi mengenaskan di kolam pribadi sebuah vila mewah, Beach House, Gili Trawangan, pada 16 April 2025.
Diduga Dianiaya Hingga Tewas
Kompol YG dan Ipda HC disangkakan melanggar Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, serta Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang berujung pada hilangnya nyawa seseorang.
“Ada luka-luka di wajah, leher, lutut, dan bagian tubuh lain yang tidak sesuai dengan penjelasan awal,” ungkap pihak keluarga yang juga menemukan kejanggalan saat memandikan jenazah.
Brigadir Nurhadi diketahui menginap bersama kedua atasannya di vila tersebut pada malam kejadian. Narasi awal kepolisian yang menyebut kematian akibat kecelakaan di kolam renang langsung diragukan oleh keluarga korban, terutama melihat luka-luka yang bersifat traumatik.
Duka Keluarga, Gema Publik
Tragedi ini meninggalkan luka mendalam bagi keluarga. Nurhadi meninggal sebulan setelah istrinya melahirkan anak kedua mereka, sementara anak pertama mereka baru berusia lima tahun.
Kasus ini sontak mengingatkan publik pada tragedi serupa yang masih lekat di ingatan: pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, oleh atasannya Irjen Ferdy Sambo, yang terjadi pada 2022 lalu.
Kini, publik menanti transparansi dan ketegasan hukum dalam kasus Nurhadi, agar keadilan tidak kembali dikubur dalam diam di balik seragam.***@red.