Warga Desa Hidayat Buka Suara, Ungkap Dugaan Selisih Pembayaran Lahan Bandara Oesman Sadik: “Harusnya Saya Terima Rp2,2 Miliar”

HAL-SEL  — Salah satu warga Desa Hidayat, Kecamatan Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Maluku Utara, mengungkap fakta mengejutkan terkait pembebasan lahan untuk proyek pembangunan Bandara Oesman Sadik. Pemilik lahan berinisial HH secara terbuka menyatakan bahwa nilai ganti rugi yang ia terima jauh dari seharusnya.

Dalam keterangannya kepada media, Rabu (12/6/2025), HH mengklaim bahwa berdasarkan perhitungan, lahan miliknya yang berada di ujung kiri landasan pacu seharusnya diganti rugi sebesar lebih dari Rp2,2 miliar, namun yang ia terima dari Pemerintah Daerah hanya sekitar Rp1,6 miliar. Dengan kata lain, terdapat selisih sekitar Rp600 juta yang tidak sampai ke tangannya.

Pernyataan ini terungkap saat keluarga dari Bapak Musa Lauri bersama kuasa hukumnya melakukan pengukuran ulang atas lahan yang kini telah digunakan untuk pembangunan bandara. Kegiatan itu dilakukan sebagai bagian dari proses pelengkapan administrasi yang akan diserahkan ke Pemda Halsel untuk mengklarifikasi status dan nilai tanah yang dimaksud.

Yang lebih mengejutkan, HH juga mengaku memberikan sejumlah uang dalam bentuk “amplop” kepada beberapa oknum pegawai, meski ia menegaskan bahwa pemberian tersebut adalah inisiatif pribadinya.

“Itu saya kasih karena inisiatif saya sendiri,” ungkapnya singkat.

Pernyataan ini menimbulkan tanda tanya besar dan memperkuat dugaan adanya praktik tidak transparan dalam proses pembayaran lahan, khususnya pada proyek strategis sekelas pembangunan bandara. Jika benar nilai lahan Rp2,2 miliar namun yang diterima hanya Rp1,6 miliar, potensi kerugian yang dialami HH cukup signifikan—sekitar Rp600 juta.

Lebih jauh, pengakuan HH membuka kemungkinan adanya pemotongan dana atau praktik pembagian “amplop” kepada pihak-pihak tertentu yang hingga kini belum diketahui identitasnya. Hal ini tentu menimbulkan kegelisahan di tengah masyarakat, terutama para pemilik lahan lain yang khawatir mengalami perlakuan serupa.

Meski mengaku ikhlas, HH tetap menyuarakan fakta ini demi keadilan dan transparansi. Sikapnya patut diapresiasi, karena berani bicara di tengah kemungkinan adanya tekanan sosial maupun birokrasi.

Pernyataan HH seharusnya menjadi pintu masuk bagi lembaga pengawas seperti DPRD, Inspektorat Daerah, hingga aparat penegak hukum, untuk mengusut tuntas dugaan penyelewengan dana pembebasan lahan di proyek Bandara Oesman Sadik.

Sementara itu, pegawai aset bernama Mulis, saat dikonfirmasi oleh media ini, mengatakan bahwa tugas mereka hanya sebatas pengukuran.

“Kami hanya ukur, hasil penilaian ada di tim penilai. Pencairan dana juga lewat rekening,” jelasnya singkat.

Namun ketika disinggung soal isu “bagi-bagi amplop”, Mulis enggan menjawab secara langsung dan hanya menyarankan agar hal tersebut ditanyakan kepada yang bersangkutan.

Di sisi lain, Kabid Aset yang dikonfirmasi melalui WhatsApp pribadi tidak memberikan respon hingga berita ini diturunkan.

Kasus ini menjadi sorotan serius dan diharapkan tidak hanya berhenti pada pengakuan HH. Publik menanti langkah nyata dari pemerintah dan aparat hukum untuk memastikan bahwa seluruh proses pembebasan lahan dilakukan secara adil, transparan, dan bebas dari praktik koruptif.

 

Pewarta:Yasin Ali

Pos terkait